Bergaji
Pahala
Apa sih
yang gratis sekarang ini? Kencing saja bayar! Sudah tidak ada lagi yang
cuma-cuma. Mungkin sebagian orang akan bilang munafik, bahkan bodoh, bila ada
orang yang mengatakan dirinya rela bekerja tanpa digaji. Untuk apa bekerja
tanpa digaji? Apa untungnya? Bila pertanyaan seperti itu dilontarkan, Wiwiek
akan tegas menjawab, “Saya bekerja dengan niat baik.”
Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) Teratai yang berlokasi di Pinang, Tangerang, berdiri pada
Januari 2012 atas perintah Diknas Provinsi yang mengatakan bahwa setiap rukun
warga (RW) harus memunyai PAUD. Tanpa bermodalkan apa-apa selain niat dan
kenekatan—juga perintah Diknas—ibu-ibu pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK)
mendirikan PAUD Teratai yang pada mulanya bernaung di posyandu.
PAUD Teratai |
Ruang kelas
bernuansa biru dan merah dengan gambar kereta api berwarna-warni ini berukuran
kurang lebih 4x6 meter. Tujuh bangku kecil berwarna kuning dan putih
mengelilingi meja bulat separo dengan satu bangku warna biru untuk guru yang
terletak di balik meja.
Hari itu
hanya 10 anak yang hadir. Bila semua masuk, harusnya ada 16 anak yang duduk di
bangku-bangku kecil itu. Sepuluh anak ini datang dari berbagai kalangan. Hampir
semua berekonomi kurang. Anak tukang becak, tukang cuci, tukang ojek, sampai
anak pengemis bermain sambil belajar di sini.
Ruang belajar. Masing-masing guru mengajar 5-6 anak. |
Tidak
seperti sekolah pada umumnya, PAUD Teratai tidak memulai kegiatan dengan
berdoa, tapi dengan melakukan kegiatan yang mereka sebut jurnal pagi. Jurnal
pagi adalah kegiatan menggambar berdurasi 15 menit. Mereka bebas menggambar
apapun yang mereka lihat selama perjalanan dari rumah ke sekolah dengan tujuan
membangkitkan kesadaran anak pada hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Satu anak
bawel bernama Lingga hobi menggambar pocong setiap harinya, namun tumben, hari
ini ini ia mengatakan bahwa gambarnya adalah permen. Yah... walaupun ‘permen’
itu berbentuk tiga bulatan tidak sama besar ke bawah yang lebih menyerupai pocong
yang terikat.
“Kemarin
aku nonton film setan! Sereemm!” celetuk anak lelaki gembul sambil terus asyik
menggambar kereta api yang gerbong-gerbongnya tidak tersambung satu sama
lainnya.
Wiwiek berinteraksi dengan anak-anak sambil menggambar jurnal pagi |
Setelah
jurnal pagi, kegiatan dilanjutkan dengan menyanyikan yel-yel sambil
menggoyangkan pinggul ke kiri dan ke kanan,
(Tepuk 3x) Aku
(Tepuk 3x) Anak PAUD
(Tepuk 3x) Teratai
(Tepuk 3x) Pinang
(Tepuk 3x) Paling oke
(Tepuk 3x) YES!
Barulah
anak-anak duduk melingkar dan berdoa bersama. Tidak terdapat istirahat makan di
kelas PAUD karena durasi yang hanya dua jam. Sehabis berdoa, kegiatan biasanya
diisi dengan menggambar, mewarnai, melipat, dan menggunting. Kali ini aktifitas
yang dilakukan adalah menjiplak bentuk. Anak-anak diberikan berbagai bentuk
buah dan binatang untuk dijiplak, diwarnai, dan digunting. Setelah Ani memberi
contoh bagaimana cara melakukannya, mereka pun mulai asyik menjiplak.
Tangan-tangan yang tidak terbiasa nampak kaku menggunting bentuk-bentuk itu.
Kebanyakan dari mereka jadi tak keruan lagi bentuknya.
“Di rumah
mereka tidak pernah seperti ini. Bahkan memegang gunting saja tidak pernah,”
ujar Wiwiek yang merasa tiga hari pertemuan dalam waktu seminggu berdurasi dua
jam perhari sangatlah kurang. Waktu yang mereka gunakan untuk belajar sambil
bermain di PAUD akan percuma bila kondisi rumah tidak mendukung perkembangan
mereka. “Paling susah anak-anak yang pendiam dan susah diajak bicara, biasanya
mereka diam dan murung karena kondisi di rumah. Biasanya orang tua kita panggil
supaya kita tahu keadaan rumah seperti apa,” lanjutnya.
Atallah yang sedang menggunting kertas |
Memperoleh
pendidikan adalah hak setiap warga negara, tapi pemerintah layaknya pembawa
acara televisi, bisanya omong saja. Menyuruh mendirikan PAUD tapi tidak memberi
bantuan sama sekali.
“Tidak ada
bantuan dari pemerintah. Sempat Diknas mau memberi Rp. 75.000.000, tapi dia
bilang yang akan saya terima cuma Rp. 20.000.000. Lalu kemana Rp.
55.000.000-nya?” cetus Wiwiek kesal. “Katanya yang Rp. 55.000.000 itu untuk
anggota dewan. Saya tidak ambil bantuan itu. Nggak mau saya. Neraka nanti”
PAUD
Teratai terus bertahan karena dukungan dan bantuan dari orang-orang sekitar.
Barang-barang seperti kursi dan seragam batik anak-anak merupakan patungan dari
para guru dan bantuan dari donatur.
“Kita
semakin kuat dengan keinginan dan semangat teman-teman kecil kita untuk
sekolah. Niat dan visi misa kita (guru-guru) sama. Dengan nawaitu, insya Allah,
kita bisa,” tegas Wiwiek. (Intan Aprilia)
wah seharusnya pemerintah lebih peka sama persoalan ini..
ReplyDeleteadminkumat